Reggio Emilia, Montessori, dan Pembelajaran Mendalam (Deep Learning) adalah Pendekatan Pendidikan untuk PAUD. Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan fondasi penting dalam membentuk perkembangan kognitif, sosial, emosional, dan fisik anak. Berbagai pendekatan pendidikan telah dikembangkan untuk memaksimalkan potensi anak pada tahap awal kehidupan mereka. Tiga pendekatan yang mendapat pengakuan luas dan memiliki dampak signifikan dalam dunia pendidikan anak usia dini adalah Reggio Emilia, Montessori, dan Pembelajaran Mendalam (Deep Learning).

Artikel ini akan mengeksplorasi secara mendalam ketiga pendekatan tersebut, menganalisis filosofi dasar, prinsip-prinsip utama, implementasi praktis, serta kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dengan memahami karakteristik unik dari setiap pendekatan, pendidik dan orang tua dapat membuat keputusan yang lebih terinformasi tentang metode pendidikan yang paling sesuai dengan kebutuhan dan potensi anak-anak mereka.

Pendekatan Reggio Emilia: Menghargai Kreativitas dan Potensi Anak

Sejarah dan Latar Belakang

Pendekatan Reggio Emilia lahir dari kondisi pasca Perang Dunia II di Italia, tepatnya di sekitar kota Reggio Emilia. Pada masa itu, masyarakat Italia sedang dalam proses membangun kembali komunitas mereka dan memiliki visi untuk menciptakan dunia yang lebih adil tanpa ketimpangan. Loris Malaguzzi, seorang guru lokal, menjadi tokoh kunci dalam pengembangan pendekatan ini setelah terinspirasi oleh sekolah yang dibangun oleh masyarakat di desa Villa Cella (Edwards dkk., 2011).

Malaguzzi mengembangkan filosofi pendidikan yang menghormati kemampuan anak dan mendorong mereka untuk mengekspresikan diri melalui berbagai “bahasa” (Malaguzzi, 1993). Pendekatan ini mendapatkan pengakuan internasional pada tahun 1987 dan saat ini telah diadopsi oleh lebih dari 145 negara di seluruh dunia (Reggio Children, 2010).

Prinsip-prinsip Utama

Pendekatan Reggio Emilia didasarkan pada beberapa prinsip utama:

  1. Anak sebagai Protagonis Aktif: Anak dipandang sebagai individu yang kuat, mampu, dan memiliki hak serta potensi untuk berkembang (Edwards dkk., 2011).
  2. Seratus Bahasa Anak: Pendekatan ini mengakui bahwa anak-anak memiliki banyak cara untuk mengekspresikan diri dan memahami dunia, yang disebut sebagai “seratus bahasa anak-anak” (Malaguzzi, 1993).
  3. Lingkungan sebagai “Guru Ketiga”: Setelah orang tua dan guru, lingkungan dianggap sebagai pendidik ketiga yang penting dalam proses pembelajaran anak (Edwards dkk., 2011).
  4. Dokumentasi: Proses pembelajaran anak didokumentasikan melalui foto, video, catatan, dan karya anak sebagai alat untuk refleksi, perencanaan, dan komunikasi (Reggio Children, 2010).
  5. Proyek Jangka Panjang: Anak-anak terlibat dalam proyek jangka panjang yang dipilih berdasarkan minat mereka, memungkinkan eksplorasi mendalam tentang suatu topik (Katz & Chard, 2014).
  6. Kolaborasi: Pendekatan ini menekankan kolaborasi antara anak-anak, pendidik, orang tua, dan komunitas (Edwards dkk., 2011).
  7. Partisipasi Keluarga: Keluarga dianggap sebagai mitra penting dalam proses pendidikan anak (Reggio Children, 2010).

Implementasi dalam PAUD

Dalam implementasinya di PAUD, pendekatan Reggio Emilia menekankan:

  1. Lingkungan yang Dirancang dengan Baik: Ruang kelas dirancang untuk mendorong eksplorasi, kreativitas, dan interaksi sosial, dengan penggunaan bahan-bahan alami, pencahayaan alami, dan ruang yang terbuka (Edwards dkk., 2011).
  2. Dokumentasi yang Kaya: Pendidik mendokumentasikan proses belajar anak-anak sebagai alat untuk refleksi, perencanaan, dan komunikasi dengan orang tua dan komunitas (Reggio Children, 2010).
  3. Proyek Jangka Panjang: Anak-anak terlibat dalam proyek yang dipilih berdasarkan minat mereka, memungkinkan eksplorasi mendalam dan pengembangan keterampilan dalam berbagai bidang (Katz & Chard, 2014).
  4. Ekspresi Melalui Berbagai Media: Anak-anak didorong untuk mengekspresikan pemikiran dan pemahaman mereka melalui berbagai media, seperti seni, musik, gerakan, dan bahasa verbal (Malaguzzi, 1993).
  5. Pembelajaran Berbasis Pengalaman: Anak-anak belajar melalui pengalaman langsung, eksperimen, dan eksplorasi, didorong untuk mengajukan pertanyaan dan menemukan jawaban mereka sendiri (Edwards dkk., 2011).

Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan:

  • Menghormati kemampuan dan kreativitas anak (Malaguzzi, 1993)
  • Mendorong ekspresi melalui berbagai “bahasa” (Edwards dkk., 2011)
  • Mempromosikan pembelajaran kolaboratif (Katz & Chard, 2014)
  • Lingkungan yang kaya dan menarik (Reggio Children, 2010)
  • Dokumentasi yang kuat untuk refleksi dan komunikasi (Edwards dkk., 2011)

Kekurangan:

  • Membutuhkan sumber daya yang signifikan (Edwards dkk., 2011)
  • Memerlukan pelatihan khusus bagi pendidik (Reggio Children, 2010)
  • Tantangan dalam penilaian tradisional (Katz & Chard, 2014)
  • Mungkin sulit diimplementasikan dalam sistem pendidikan yang kaku (Edwards dkk., 2011)
  • Adaptasi budaya mungkin diperlukan untuk konteks yang berbeda (Reggio Children, 2010)

Contoh Praktis

Salah satu contoh praktis implementasi pendekatan Reggio Emilia adalah “Proyek Kebun”. Setelah beberapa anak menunjukkan minat pada tanaman, pendidik memfasilitasi proyek di mana anak-anak meneliti jenis tanaman, merancang kebun, menanam benih, merawat tanaman, dan mendokumentasikan pertumbuhan. Proyek ini mencakup berbagai aspek pembelajaran, termasuk seni (menggambar tanaman), matematika (mengukur pertumbuhan), sains (memahami kebutuhan tanaman), dan bahasa (mendiskusikan dan menulis tentang pengalaman) (Katz & Chard, 2014).

Reggio Emilia, Montessori, dan Pembelajaran Mendalam

Pendekatan Montessori: Membangun Kemandirian dan Keterampilan Hidup

Sejarah dan Latar Belakang

Pendekatan Montessori dikembangkan oleh Dr. Maria Montessori, dokter wanita pertama di Italia, pada awal abad ke-20. Pada tahun 1907, Dr. Montessori membuka Casa dei Bambini (Rumah Anak-anak) untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak berpenghasilan rendah di Roma. Alih-alih menggunakan metode pengajaran tradisional, Dr. Montessori mulai menguji teori pendidikan yang berpusat pada anak dalam kelas (Montessori, 2004).

Dr. Montessori mengembangkan metode pendidikan berdasarkan observasi ilmiah terhadap perkembangan anak. Ia menyadari bahwa anak-anak memiliki periode sensitif dalam perkembangan mereka dan mampu belajar dengan cara yang berbeda dari orang dewasa. Metode Montessori menekankan kemandirian, kebebasan dalam batas-batas tertentu, dan menghormati perkembangan alami anak (Lillard, 2016).

Prinsip-prinsip Utama

Pendekatan Montessori didasarkan pada beberapa prinsip utama:

  1. Rasa Hormat terhadap Anak: Menghormati keunikan setiap anak, kebebasan mereka untuk memilih, bergerak, memperbaiki kesalahan mereka sendiri, dan bekerja dengan kecepatan mereka sendiri (Montessori, 2004).
  2. Pikiran yang Menyerap (Absorbent Mind): Anak-anak memiliki kapasitas yang luar biasa untuk menyerap informasi dari lingkungan mereka, terutama pada enam tahun pertama kehidupan (Lillard, 2016).
  3. Periode Sensitif: Anak-anak melewati tahap-tahap spesifik dalam perkembangan mereka ketika mereka paling mampu mempelajari area pengetahuan dan keterampilan tertentu (Montessori, 2004).
  4. Lingkungan yang Disiapkan: Ruang belajar yang disiapkan dengan hati-hati di mana segala sesuatu memiliki tujuan dan tempat, mendorong kemandirian dan pembelajaran mandiri (Lillard, 2016).
  5. Auto-Edukasi: Anak-anak mampu dan bersedia mengajar diri mereka sendiri jika diberikan stimulus belajar yang tepat dan lingkungan yang mendukung (Montessori, 2004).
  6. Kemandirian: Tujuan utama pendidikan Montessori adalah membantu anak-anak mengembangkan kemandirian dalam berpikir dan bertindak (Lillard, 2016).
  7. Motivasi Intrinsik: Belajar adalah imbalannya sendiri, tanpa perlu penghargaan eksternal (American Montessori Society, 2021).

Implementasi dalam PAUD

Dalam implementasinya di PAUD, pendekatan Montessori memiliki beberapa karakteristik kunci:

  1. Lingkungan Kelas yang Terstruktur: Kelas Montessori dirancang dengan furnitur berukuran anak, bahan pembelajaran yang dapat diakses, dan area yang ditentukan untuk berbagai jenis aktivitas (Lillard, 2016).
  2. Bahan Khusus: Bahan pembelajaran Montessori dirancang khusus untuk mengembangkan keterampilan dan konsep tertentu, sering kali bersifat self-correcting (mengoreksi diri sendiri) (Montessori, 2004).
  3. Kelompok Usia Campuran: Kelas biasanya mencakup anak-anak dari rentang usia tiga tahun, memungkinkan anak-anak yang lebih muda belajar dari yang lebih tua dan yang lebih tua memperkuat pembelajaran mereka dengan mengajar yang lebih muda (Lillard, 2016).
  4. Blok Waktu Kerja yang Tidak Terputus: Anak-anak memiliki blok waktu yang panjang (biasanya 2-3 jam) untuk bekerja pada aktivitas pilihan mereka tanpa gangguan (American Montessori Society, 2021).
  5. Kurikulum Komprehensif: Kurikulum Montessori mencakup lima area: Kehidupan Praktis, Sensorik, Matematika, Bahasa, dan Studi Budaya (Lillard, 2016).

Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan:

  • Mengembangkan kemandirian dan tanggung jawab diri (Montessori, 2004)
  • Pembelajaran dengan kecepatan individual (Lillard, 2016)
  • Bahan yang dirancang khusus untuk mengembangkan keterampilan spesifik (American Montessori Society, 2021)
  • Lingkungan yang teratur dan terstruktur (Lillard, 2016)
  • Pengembangan konsentrasi dan disiplin diri (Montessori, 2004)

Kekurangan:

  • Biaya implementasi yang tinggi (Lillard, 2016)
  • Memerlukan pelatihan khusus bagi guru (American Montessori Society, 2021)
  • Beberapa anak mungkin membutuhkan lebih banyak struktur (Lillard, 2016)
  • Tantangan dalam transisi ke pendidikan tradisional (Montessori, 2004)
  • Ketersediaan sekolah Montessori berkualitas tidak merata (American Montessori Society, 2021)

Contoh Praktis

Contoh praktis implementasi pendekatan Montessori termasuk aktivitas kehidupan praktis seperti menuangkan air dari pitcher ke gelas, mengancingkan bingkai dengan berbagai jenis pengencang, atau membersihkan meja setelah aktivitas. Anak-anak juga bekerja dengan bahan sensorik seperti silinder bertingkat untuk membedakan ukuran, atau tablet warna untuk membedakan warna. Dalam area matematika, anak-anak menggunakan bahan konkret seperti batang angka untuk memahami kuantitas atau manik-manik emas untuk memahami sistem desimal (Lillard, 2016).

Pendekatan Pembelajaran Mendalam (Deep Learning): Mengembangkan Kompetensi Global

Definisi dan Konsep Dasar

Pembelajaran Mendalam (Deep Learning) adalah pendekatan pendidikan yang menekankan pada pengembangan pemahaman yang mendalam, keterampilan berpikir tingkat tinggi, dan kompetensi yang diperlukan untuk sukses di abad ke-21. Berbeda dengan pembelajaran dangkal yang berfokus pada penghafalan dan pengulangan informasi, pembelajaran mendalam mendorong anak-anak untuk membangun pemahaman yang kompleks, berpikir kritis, dan menerapkan pengetahuan dalam situasi nyata (Fullan dkk., 2017).

Dalam konteks pendidikan anak usia dini, pembelajaran mendalam juga dikenal sebagai pembelajaran inkuiri, di mana anak-anak didorong untuk menjadi penulis pertanyaan, pembangun teori, dan konstruktor pengetahuan mereka sendiri. Pendekatan ini mengakui bahwa anak-anak memiliki potensi dan keingintahuan yang kaya, serta mampu berpikir dan merefleksikan, bertanya dan menemukan jawaban (Davey, 2013).

Prinsip-prinsip Utama

Pendekatan Pembelajaran Mendalam didasarkan pada beberapa prinsip utama:

  1. Tujuan Pembelajaran dan Kriteria Keberhasilan yang Jelas: Setiap pembelajaran dimulai dengan tujuan yang jelas dan kriteria keberhasilan yang dikomunikasikan kepada anak-anak (Fullan et al., 2017).
  2. Konten dan Produk yang Menarik: Pengalaman belajar menawarkan tugas otentik dan interdisipliner yang relevan dan mempromosikan rasa ingin tahu (New Pedagogies for Deep Learning, 2019).
  3. Budaya Kolaboratif: Pembelajaran bersifat sosial, dengan kolaborasi yang bertujuan sepanjang proses pembelajaran (Fullan dkk., 2017).
  4. Pemberdayaan Anak: Anak-anak diberi pilihan dan suara dalam pembelajaran mereka, meningkatkan kepemilikan dan keterlibatan (New Pedagogies for Deep Learning, 2019).
  5. Instruksi yang Disengaja: Strategi berbasis bukti dipilih dengan hati-hati untuk memiliki dampak terbesar pada tujuan pembelajaran (Fullan dkk., 2017).
  6. Alat dan Sumber Daya Otentik: Anak-anak memiliki akses ke berbagai alat dan sumber daya, baik cetak maupun digital (New Pedagogies for Deep Learning, 2019).
  7. Fokus pada Literasi: Membaca, menulis, dan berbicara diintegrasikan ke dalam setiap pengalaman belajar (Fullan dkk., 2017).
  8. Umpan Balik untuk Pembelajaran: Loop umpan balik memberikan anak-anak panduan tentang kemajuan mereka (New Pedagogies for Deep Learning, 2019).
  9. Kompetensi Global (6C): Pengembangan enam kompetensi global: Karakter, Kewarganegaraan, Kolaborasi, Komunikasi, Kreativitas, dan Berpikir Kritis (Fullan dkk., 2017).

Implementasi dalam PAUD

Dalam implementasinya di PAUD, pendekatan Pembelajaran Mendalam memiliki beberapa karakteristik kunci:

  1. Pembelajaran Berbasis Inkuiri: Anak-anak didorong untuk mengajukan pertanyaan, membangun teori, dan mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri (Davey, 2013).
  2. Lingkungan Belajar yang Kaya: Lingkungan yang mendorong eksplorasi dan penemuan, dengan akses ke berbagai bahan dan alat (New Pedagogies for Deep Learning, 2019).
  3. Peran Pendidik sebagai Fasilitator: Pendidik berperan sebagai fasilitator, co-learner, dan pembimbing yang menciptakan provokasi dan tantangan (Fullan dkk., 2017).
  4. Dokumentasi dan Refleksi: Proses belajar didokumentasikan dan direfleksikan oleh pendidik dan anak-anak (Davey, 2013).
  5. Pembelajaran Otentik: Pengalaman belajar yang nyata menggunakan bahan nyata untuk tujuan nyata (New Pedagogies for Deep Learning, 2019).

Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan:

  • Mengembangkan keterampilan abad ke-21 (berpikir kritis, kreativitas, kolaborasi, komunikasi) (Fullan dkk., 2017)
  • Meningkatkan motivasi dan keterlibatan dalam pembelajaran (New Pedagogies for Deep Learning, 2019)
  • Menciptakan pengalaman belajar yang bermakna dan relevan (Davey, 2013)
  • Fleksibel dan dapat disesuaikan dengan berbagai konteks (Fullan dkk., 2017)
  • Mendukung pengembangan holistik anak (New Pedagogies for Deep Learning, 2019)

Kekurangan:

  • Membutuhkan waktu dan mungkin tidak selalu sesuai dengan tekanan kurikulum (Fullan dkk., 2017)
  • Tantangan dalam penilaian tradisional (New Pedagogies for Deep Learning, 2019)
  • Memerlukan pelatihan dan dukungan bagi pendidik (Davey, 2013)
  • Keseimbangan antara struktur dan kebebasan dapat menjadi tantangan (Fullan dkk., 2017)
  • Mungkin menghadapi resistensi dari pemangku kepentingan yang terbiasa dengan pendidikan tradisional (New Pedagogies for Deep Learning, 2019)

Contoh Praktis

Contoh praktis implementasi pendekatan Pembelajaran Mendalam termasuk inkuiri tentang sarang burung, di mana keingintahuan anak-anak membawa mereka untuk bertanya dan mencari tahu bagaimana burung membuat sarang, bahan apa yang digunakan, siapa yang tinggal di sarang, dan mengapa sarang berbentuk bulat. Inkuiri ini memberikan kesempatan untuk pemikiran kritis, pemecahan masalah, dan kreativitas, seperti menentukan seberapa tebal tanah liat yang dibutuhkan untuk membuat sarang yang kuat atau bagaimana membuat sarang yang cukup besar untuk lima anak (Davey, 2013).

Contoh lain adalah inkuiri tentang lebah, yang dimulai dari seekor lebah mati yang dibawa ke sekolah oleh seorang anak. Inkuiri ini berkembang menjadi eksplorasi tentang lebah, sarang, berapa lama lebah hidup, dan bagaimana madu sampai ke supermarket. Anak-anak menggunakan berbagai “bahasa” untuk mengekspresikan pemahaman mereka, termasuk menciptakan lebah menggunakan kawat dan kertas, dan membangun sarang untuk lebah (Davey, 2013).

Perbandingan Ketiga Pendekatan

Untuk memudahkan pemahaman tentang persamaan dan perbedaan ketiga pendekatan pendidikan ini, berikut adalah tabel perbandingan:

AspekReggio EmiliaMontessoriPembelajaran Mendalam (Deep Learning)
Filosofi DasarAnak sebagai individu yang kuat, mampu, dan kreatif dengan "seratus bahasa" untuk mengekspresikan diriAnak sebagai individu yang mampu dan dapat mengarahkan pembelajaran mereka sendiri, dengan fokus pada kemandirian Anak sebagai penulis pertanyaan, pembangun teori, dan konstruktor pengetahuan mereka sendiri
Peran GuruKolaborator, peneliti, dan pendokumentasi yang bekerja bersama anak-anak Fasilitator dan pembimbing yang mempersiapkan lingkungan dan mengamati anak-anak Fasilitator, co-learner, dan pembimbing yang menciptakan provokasi dan tantangan
Lingkungan Belajar"Guru ketiga" yang dirancang dengan hati-hati untuk mendorong eksplorasi, kreativitas, dan interaksi sosial"Lingkungan yang disiapkan" dengan bahan-bahan khusus yang mendorong kemandirian dan pembelajaran mandiriLingkungan yang kaya dan menarik yang mendorong inkuiri, kolaborasi, dan penggunaan berbagai "bahasa"
KurikulumEmergent curriculum berdasarkan minat anak-anak, dengan fokus pada proyek jangka panjangKurikulum terstruktur dengan area spesifik: kehidupan praktis, sensorik, matematika, bahasa, dan budayaKurikulum fleksibel yang berfokus pada pengembangan kompetensi global (6C) dan keterampilan abad ke-21
Pendekatan PembelajaranPembelajaran berbasis proyek, kolaboratif, dan ekspresif Pembelajaran mandiri, dengan kecepatan individual, dan sering mengoreksi diri sendiriPembelajaran berbasis inkuiri, kolaboratif, dan otentik
Fokus UtamaEkspresi kreatif, hubungan, dan konstruksi pengetahuan bersamaKemandirian, konsentrasi, dan pengembangan keterampilan hidupPengembangan kompetensi global, pemikiran kritis, dan pembelajaran yang bermakna

Memilih Pendekatan yang Tepat untuk Anak

Memilih pendekatan pendidikan yang tepat untuk anak adalah keputusan penting yang harus mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk:

  1. Kepribadian dan Gaya Belajar Anak: Setiap anak memiliki kepribadian dan gaya belajar yang unik. Beberapa anak mungkin berkembang dalam lingkungan yang sangat terstruktur seperti Montessori, sementara yang lain mungkin lebih cocok dengan pendekatan yang lebih ekspresif seperti Reggio Emilia atau lebih inkuiri seperti Pembelajaran Mendalam (Lillard, 2016; Edwards dkk., 2011; Fullan dkk., 2017).
  2. Nilai dan Tujuan Keluarga: Pertimbangkan nilai-nilai dan tujuan pendidikan yang penting bagi keluarga ayah bunda. Apakah ayah bunda memprioritaskan kemandirian, kreativitas, atau keterampilan abad ke-21? (Montessori, 2004; Malaguzzi, 1993; New Pedagogies for Deep Learning, 2019).
  3. Ketersediaan dan Aksesibilitas: Pertimbangkan ketersediaan sekolah atau program yang menerapkan pendekatan-pendekatan ini di area ayah bunda, serta biaya dan aksesibilitasnya (American Montessori Society, 2021; Reggio Children, 2010; Fullan dkk., 2017).
  4. Kualitas Program: Terlepas dari pendekatan yang dipilih, kualitas implementasi sangat penting. Cari program dengan pendidik yang terlatih dengan baik, rasio guru-murid yang rendah, dan lingkungan yang aman dan mendukung (Lillard, 2016; Edwards dkk., 2011; New Pedagogies for Deep Learning, 2019).
  5. Keterlibatan Keluarga: Pertimbangkan tingkat keterlibatan keluarga yang diharapkan atau diinginkan dalam proses pendidikan anak (Reggio Children, 2010; American Montessori Society, 2021; Fullan dkk., 2017).

Kesimpulan

Reggio Emilia, Montessori, dan Pembelajaran Mendalam (Deep Learning) menawarkan pendekatan yang berbeda namun sama-sama berharga untuk pendidikan anak usia dini. Masing-masing memiliki filosofi, prinsip, dan praktik unik yang dapat mendukung perkembangan anak secara holistik.

Reggio Emilia menekankan kreativitas, ekspresi, dan konstruksi pengetahuan bersama (Malaguzzi, 1993; Edwards dkk., 2011); Montessori berfokus pada kemandirian, konsentrasi, dan pengembangan keterampilan hidup (Montessori, 2004; Lillard, 2016); sementara Pembelajaran Mendalam memprioritaskan pengembangan kompetensi global, pemikiran kritis, dan pembelajaran yang bermakna (Fullan dkk., 2017; New Pedagogies for Deep Learning, 2019).

Tidak ada pendekatan yang “terbaik” untuk semua anak. Yang terpenting adalah memilih pendekatan yang selaras dengan kebutuhan, minat, dan gaya belajar anak, serta nilai dan tujuan keluarga ayah bunda. Dengan pemahaman yang baik tentang ketiga pendekatan ini, orang tua dan pendidik dapat membuat keputusan yang terinformasi untuk mendukung perkembangan optimal setiap anak.

Terlepas dari pendekatan yang dipilih, tujuan utama pendidikan anak usia dini adalah sama: untuk memelihara cinta belajar, rasa ingin tahu, dan potensi penuh setiap anak, mempersiapkan mereka untuk menjadi individu yang percaya diri, kompeten, dan bahagia di dunia yang terus berubah.

Referensi

  1. American Montessori Society. (2025). The Montessori approach. https://amshq.org/about-montessori/press-kit/what-is-montessori/
  2. Davey, N. R. (2013). Inquiry for deep learning for all learners (Doctoral dissertation, University of Northern British Columbia).
  3. Edwards, C., Gandini, L., & Forman, G. (Eds.). (2011). The hundred languages of children: The Reggio Emilia experience in transformation. ABC-CLIO.
  4. Fullan, M., Quinn, J., & McEachen, J. (2017). Deep learning: Engage the world change the world. Corwin Press.
  5. Katz, L. G., & Chard, S. C. (2014). Engaging children’s minds: The project approach. Greenwood Publishing Group.
  6. Lillard, A. S. (2016). Montessori: The science behind the genius. Oxford University Press.
  7. Malaguzzi, L. (1993). For an education based on relationships. Young Children, 49(1), 9-12.
  8. Montessori, M. (2004). The Montessori method: the origins of an educational innovation: including an abridged and annotated edition of Maria Montessori’s The Montessori method. Rowman & Littlefield.
  9. New Pedagogies for Deep Learning. (2025). Deep learning: Engage the world, change the world. https://deep-learning.global
  10. Reggio Children. (2010). Indications: Preschools and infant-toddler centres of the Municipality of Reggio Emilia. Reggio Children.