Bagaimana cara diagnosis abk atau melakukan deteksi dini anak berkebutuhan khusus? Belakangan ini, kita banyak mendengar berita mengenai anak dengan kebutuhan khusus (ABK). Memang, jumlah ABK terlihat meningkat dari tahun ke tahun. Penyebabnya bisa karena kesadaran yang semakin tinggi mengenai ABK sehingga banyak orang tua yang mencari terapi bagi anaknya. Mungkin juga karena kondisi masyarakat saat ini yang memicu semakin meningkatnya jumlah ABK.
Apa yang dimaksud dengan ABK?
Anak dengan Kebutuhan Khusus (ABK) atau Special Needs Children adalah anak yang dianggap mempunyai kebutuhan lebih dibandingkan anak umumnya. Kondisi anak macam ini disebabkan karena mereka mempunyai kekurangan atau kelebihan tertentu.
Ada berbagai macam kondisi yang membuat seorang anak dikategorikan berkebutuhan khusus, salah satunya anak jenius. Sebab itu ia membutuhkan guru dan stimulasi khusus. Sementara sistem pendidikan nasional kita tidak mendukung fasilitas tersebut.
Di sisi lain, ada juga anak yang membutuhkan bantuan karena mereka mempunyai kekurangan tertentu, sehingga sulit mengikuti sistem pendidikan mainstream. Sebagai contoh, Autism Spectrum Disorder (ASD), yaitu anak-anak yang mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dan bersosialisasi (DSM IV TR), Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), yaitu anak yang mengalami kesulitan untuk fokus dan terkadang disertai perilaku hiperaktivitas dan impulsivitas (DSM IV TR), dan Dyslexia atau kesulitan membaca.
Ada pula anak-anak yang mengalami gangguan dalam proses tumbuh kembang anak, seperti mental retardasi, gangguan komunikasi, gangguan belajar, dan lainnya.
Deteksi Dini ABK – Anak Berkebutuhan Khusus
Tidaklah mudah untuk menentukan apakah seorang anak dapat digolongkan ABK atau tidak. Ada banyak hal yang harus dipertimbangkan untuk mendapatkan diagnosa dan tentunya harus dilakukan oleh ahli di bidangnya.
Semisal anak dengan autisme, umumnya akan mengalami keterlambatan bicara disertai dengan ketidaktertarikan untuk berkomunikasi dengan sekelilingnya. Ia juga mempunyai kebiasaan yang tidak dimiliki anak lain. Sementara anak dengan ADHD akan cenderung sulit fokus sehingga ia mudah teralihkan. Kadang ia tidak bisa diam, seakan energinya tak pernah habis.
Bila Anda curiga ada sesuatu yang ganjil pada anak Anda, konsultasikan dengan orang yang ahli. Jangan langsung mengambil keputusan sendiri. Mencari informasi di internet bisa membantu, namun perhatikan sumber informasi yang terpercaya.
Bila Anda konsultasi ke psikolog anak, ada serangkaian proses yang harus dilakukan sebelum mendapatkan diagnosa. Anda dituntut berhati-hati jika psikolog memberikan diagnosa tanpa melalui serangkaian pemeriksaan terlebih dulu.
Untuk autisme, misalnya, psikolog harus mengadakan wawancara dengan orang tua dan observasi pada anak. Ada serangkaian tes autisme yang biasanya digunakan. Tanyakan pula jenis tes yang digunakan dan apakah tes tersebut sahih dan tepercaya.
Pada anak ADHD, diagnosa hanya dilakukan pada anak berusia 7 tahun ke atas. Sementara itu, diagnosa tidak bisa dilakukan pada anak usia 4 tahun ke bawah karena umumnya anak hiperaktif dan memiliki rentang fokus pendek. Selain tes ADHD, anak harus menjalani tes IQ.
Jadi, menentukan apakah anak Anda tergolong ABK bukanlah proses singkat. Proses ini memerlukan waktu dan ketelitian sehingga kita dapat memperoleh diagnosa yang tepat.
Setelah mendapatkan diagnosis, apa yang dapat kita lakukan?
Perlu diingat bahwa diagnosis atau deteksi dini abk bukanlah labeling atau pemberian cap. Labeling terjadi saat kita memberi ‘cap’ pada seseorang tanpa dasar dan tujuan yang jelas. Menyebut anak pemalas, bodoh, jorok merupakan contoh labeling.
Diagnosa untuk anak berkebutuhan khusus merupakan hasil pemeriksaan yang menyeluruh dan seksama terhadap gejala dan akibat yang terlihat saat itu. Diagnosa mengarah pada apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki kondisi tersebut dan melakukan prognosa atau dugaan untuk masa depan mengenai kondisi si anak setelah mengikuti anjuran yang diberikan.
Pada ABK, ada beberapa anjuran berdasarkan kondisi si anak. Anjuran pertama adalah terapi. Ada berbagai terapi yang dapat diikuti oleh ABK, yaitu terapi okupasi (termasuk di dalamnya sensori integrasi), terapi wicara, terapi tingkah laku, dan lainnya.
Ketika terapi dimulai, terapis akan memeriksa si anak. Bila psikolog melakukan pemeriksaan untuk diagnosa, terapis melakukan pemeriksaan untuk mengetahui kondisi anak dan terapi apa yang dapat membantunya.
Setelah dilakukan pemeriksaan, mintalah sesi konseling untuk membahas rencana terapi dan evaluasi yang akan dilakukan kelak.
Memilih pendidikan yang tepat untuk ABK
Selain terapi, anak akan menjalani tes alergi, terutama alergi makanan. Terapi tak akan berhasil tanpa adanya diet makanan/minuman yang dijalani si anak. Diet dianjurkan berdasarkan jenis alergi anak, misalnya diet tepung terigu, gula, susu, dan produk olahannya.
Pendidikan anak juga perlu direncanakan dari awal. Bila anak akan dimasukan ke sekolah internasional, terapi bahasa yang tepat sesuai sekolah yang dituju bisa menjadi pilihan utama. Pemilihan sekolah yang tepat dapat dilakukan dengan melakukan diskusi antara psikolog, terapis, orang tua, dan pihak sekolah.
Pilihlah sekolah yang dapat mengerti kondisi anak dan mempunyai fasilitas yang dapat menopang keberhasilan pendidikan ABK. Guru pendamping mungkin diperlukan, tergantung kondisi anak, begitu pula dengan penyesuaian kurikulum dari sekolah.
Proses pendidikan untuk ABK memang panjang dan tak dapat dimungkiri, membutuhkan biaya ekstra. Persiapan mental dan keuangan menjadi sangat penting bagi kelancaran pendidikan mereka.
Kerja sama yang baik antara orang tua, guru, kepala sekolah, terapis, dan psikolog, berperan penting dalam keberhasilan pendidikan ABK. Keberhasilan itu pula yang nantinya membuat sekolah mampu mengatasi salah satu tantangan dunia pendidikan.
Oleh: Rosdiana Setyaningrum Psikolog